Senin, 30 Januari 2012

Cerita Rakyat Sangkuriang dan Gunung Tangkuban Perahu



Asal muasal gunung Tangkuban perahu dan Sangkuriang adalah cerita rakyat dari nenek moyang, yang turun temurun hingga sekarang dan menjadi cerita rakyat yang cukup menarik. Cerita rakyat Sangkuriang dan gunung Tangkuban perahu berawal dari seorang raja bernama Sungging Perbangkara yang tengah pergi berburu ke di hutan. Ketika tengah berburu, Raja Sungging Perbangkara merasa ingin buang air kecil. Sang rajapun pergi kesemak-semak dan buang air kecil, dimana air seninya tertampung di selembar daun keladi. Alkisah, saat itu ada seekor babi betina yang tengah bertapa karena ingin menjadi manusia, ia bernama Wayung. Tanpa sengaja air seni raja Sungging Perbangkara diminum oleh Wayung yang pada akhirnya menyebabkan babi betina itu hamil karenanya. Hingga suatu ketika tiba saatnya Wayung melahirkan. Lahir seorang anak wanita yang cantik yang kelak bernama Dayang Sumbi atau Rarasati.


Cerita Rakyat Sangkuriang berawal dari Dayang Sumbi yang kian beranjak dewasa, kecantikan Dayang Sumbi semakin terlihat dan mulai menjadi rebutan di antara para raja kala itu. Karena Dayang Sumbi selalu menjadi rebutan, ia menjadi terganggu dan akhirnya memutuskan untuk pergi ke hutan bersama seekor anjing peliharaannya yang bernama Tumang. Suatu ketika, diceritakan Dayang Sumbi tengah menjahit dan tanpa sengaja gulungan benang yang ia gunakan tiba-tiba terjatuh. Dayang Sumbi pun merasa malas mengambilnya, dan entah kenapa ia berucap bagi siapa yang dapat mengambilkan gulungan benang, jika ia laki-laki, maka ia akan dijadikan suaminya. Ternyata si Tumang, anjing peliharaannyalah yang akhirnya mengambilkan gulungan benang itu yang akhirnya menjadi suami Dayang Sumbi.


Dayang Sumbi menepati janjinya dan bersuamikan seekor anjing. Kemudian lahirlah Sangkuriang, anak Dayang Sumbi dan Tumang. Hari berganti hari Sangkuriang mulai tumbuh jadi anak lelaki yang pemberani. Setiap hari ia berburu binatang di hutan dan Sangkuriang selalu mengajak Tumang, anjing yang juga bapaknya itu. Ketika itu, Sangkuriang ingin berburu babi, dan kebetulan yang diburu adalah babi betina Wayung, yang tak lain ibunda Dayang Sumbi. Tumang pun menolak untuk mengejar babi itu, sehingga Sangkuriang menjadi marah. Dalam kemarahannya Sangkuriang langsung membunuh Tumang, anjing yang juga ayahnya sendiri. Hati si Tumang ia ambil dan ia serahkan pada ibunya untuk dimasak.


Dalam hati, Dayang Sumbi merasa aneh karena seharian tidak melihat Tumang yang tidak kunjung pulang. Ia bertanya kepada Sangkuriang dimana si Tumang, dan betapa kagetnya Dayang Sumbi ketika mendengar jawaban Sangkuriang, bahwa ia telah membunuh Tumang. Dayang Sumbi menjadi sangat marah dan dalam kemarahannya kepala Sangkuriang dipukul menggunakan centong nasi, hingga meninggalkan bekas luka di kepala Sangkuriang. Sangkuriang merasa kecewa dengan perlakuan ibunya hingga akhirnya ia memutuskan untuk pergi meninggalkan rumah. Sangkuriang bersikukuh untuk pergi jauh dan tidak akan pernah kembali.


Waktu terus berjalan, hingga Sangkuriang kini tumbuh menjadi lelaki yang gagah dan tampan. Dalam kesendiriannya, Dayang Sumbi sangat mengharapkan Sangkuriang akan pulang kembali. Iapun mulai bertapa dan memohon kepada Dewa, ia ingin tetap cantik dan selalu muda hingga nanti. Suatu ketika saat Sangkuriang kembali ia masih mengenali Dayang Sumbi sebagai ibunya. Dewapun mengabulkan do'a Dayang Sumbi, walaupun usianya sudah tidak muda lagi, Dayang Sumbi masih terlihat cantik. Hingga suatu ketika, Sangkuriang bertemu dengan Dayang Sumbi, namun ia sudah tidak mengenali Dayang Sumbi sebagai ibunya, bahkan jatuh hati kepada Dayang Sumbi. Begitupun Dayang Sumbi, ia tak tahu bahwa lelaki tampan itu adalah Sangkuriang, mereka menjalin kasih. Ceritapun berlanjut, suatu hari Dayang Sumbi tengah membelai kepala Sangkuriang, dari situlah ia menemukan bekas luka karena pukulan yang dilakukan pada Sangkuriang beberapa tahun yang lalu. Akhirnya Dayang Sumbi pun tahu bahwa ia adalah Sangkuriang anak kandungnya.


Sangkuriang telah melamar Dayang Sumbi, hingga Dayang Sumbi bingung mencari cara agar pernikahan dengan Sangkuriang tak akan terjadi. Akhirnya, Dayang Sumbi mengajukan beberapa persyaratan yakni Sangkuriang harus mampu membuat danau dan perahu serta membendung sungai Citarum dalam waktu satu malam. Sangkuriang menyanggupi persyaratan ini, karena ia telah berguru dan menjadi remaja yang sakti mandraguna. Alhasil, Sangkuriang ternyata mampu memenuhi persyaratan yang diberikan Dayang Sumbi kepadanya. Saat semua pekerjaan hampir selesai, Dayang Sumbi bingung dan meminta petunjuk Dewa. Sang Dewa-pun memerintahkan agar Dayang Sumbi mengibaskan selendang yang dimilikinya dan secara ghaib matahari muncul di ufuk timur tanda pagi telah datang. Sangkuriang marah dan ia merasa gagal. Ia menendang perahu yang setengah jadi dengan sekuat tenaga dan terguling dalam keadaan tertelungkup hingga akhirnya muncul sebutan Tangkuban Parahu.